
Cobalt pertama kali ditemukan oleh oleh seorang keturunan swedia, bernama
Georg Brandt pada tahun 1735. Mengenai kelimpahan atau sumber dari cobalt ini
sangat jarang ditemukan dalam kerak bumi dan perarian alami, dimana cobalt
sebagai endapan yang sangat tidak larut yang yaitu sebagai cobalt sulphide
(CoS). Jadi cobalt ini sendiri tidak ditambang secara khusus namun untuk
memperolehnya didapatkan dari produk samping dari pertambangan nikel dan
tembaga.
Sifat
Kobalt
- Kobalt relatif tidak reaktif, meskipun ia larut lambat sekali dalam asam mineral encer.
- Unsur kimia Kobalt juga merupakan suatu unsur dengan sifat rapuh, agak keras dan mengandung metal serta kaya sifat magnetis yang serupa setrika.
- Mudah larut dalam asam – asam mineral encer
- Kurang reaktif
- Senyawanya umumnya berwarna
- Dalam larutan air, terdapat sebagai ion Co2+ yang berwarna merah
- Bereaksi dengan hidogen sulfida membentuk endapan hitam
- Tahan korosi
Karena ketidaktenarannya cobalt, sehingga jarang
sekali terdengar dalam kalangan masyarakat terutama mengenai kegunaannya. Dari berbagai
produk dari cobalt, kebanyakan yag digunakan sebagai pewarna adalah cobalt-60. cobalt-60 merupakan isotop buatan, sebagai sumber sinar gamma yang
penting dan digunakan secaara luas sebagai zat pencari jejak dan zat
radioterapi. Sinar gamma yang digunakan dalam proses sterilisasi jaringan
biologi seperti bone graft merupakan radiasi elektromagnetik berenergi tinggi,
tidak bermuatan, dan tidak bermassa. Menurut peneliti jaringan tulang dari
Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan), Minl Abbas, radiasi elektromagnetik
dengan panjang gelombang sangat pendek itu dipancarkan oleh inti atom tidak
stabil yang bersifat radioaktif, yaitu Cobalt-60. Pada 1735, seorang ilmuwan
Swedia, George Brandt, menunjukkan bahwa warna biru pada kaca berwarna
disebabkan adanya unsur baru bernama cobalt. Sedangkan radioaktif Cobalt-60
ditemukan oleh Glenn T Seaborg dan Fohn livingood dari University of California
Berkeley pada akhir 1930-an.
Cobalt-60
digunakan dalam berbagai aplikasi di bidang kesehatan, pertanian, maupun
pangan. Hal itu dimungkinkan karena Cobalt-60 dapat memancarkan sinar gamma
yang mampu membunuh virus, bakteri, dan mikroorganisme patogen lainnya tanpa
merusak produk. Misalnya, di bidang kesehatan, Cobalt-60 digunakan untuk
mengiradiasi sel kanker. Dengan dosis radiasi tertentu yang terkendali, maka
sel kanker akan terbunuh, sedangkan sel normal tidak akan terpengaruh dan akan
bertahan terhadap radiasi.
Meskipun memiliki
keuntungan yang besar, cobalt memiliki dampak besar dalam proses pembuatannya, operator
dalam produksi cobalt ini berisiko terkontaminasi. Selain itu, masyarakat yang
tinggal di sekitar pembangkit listrik tenaga nuklir juga sangat rentan
terkontaminasi zat-zat radioaktif apabila ada kebocoran atau tumpahan ketika
reaksi nuklir berlangsung. Meskipun jarang terjadi, Cobalt-60 bisa saja
bercampur dengan makanan atau air sehingga ikut masuk ke dalam tubuh manusia.
Tidak hanya itu, Cobalt-60 yang bercampur dengan debu bisa pula terhirup dan
menyusup ke tubuh manusia sehingga menyebabkan kanker.
Untuk mengurangi
risiko terkena dampak negatif dari penggunaan Cobalt-60, bagi orang-orang yang
pekerjaannya bersinggungan dengan radiasi Cobalt disarankan untuk melakukan cek
kesehatan secara rutin. Beberapa tes laboratorium dapat mengukur jumlah
Cobalt-60 dalam air seni, bahkan pada tingkat yang sangat rendah. Saat ini juga
ditemukan sebuah teknik whole-body counting (menghitug secara keseluruhan dalam
tubuh) yang dapat mendeteksi sinar gamma yang dipancarkan Cobalt-60 dalam
tubuh. Bahkan, ada pula alat-alat ponabel yang dapat langsung mengukur
Cobalt-60 pada kulit atau rambut.