Minggu, 25 Juni 2023

Spektroskopi UV-Vis: Memahami Panjang Gelombang dan Serapan Warna UV-Vis

Spektroskopi UV-Vis: Memahami Panjang Gelombang dan Serapan Warna UV-Vis

Panjang gelombang dalam spektroskopi UV-Vis merupakan salah satu parameter kunci yang digunakan untuk mengidentifikasi dan mempelajari serapan cahaya oleh molekul. Rentang panjang gelombang dalam spektroskopi UV-Vis berada dalam rentang 200 hingga 800 nanometer (nm). Rentang ini mencakup cahaya ultraviolet (UV) yang memiliki panjang gelombang lebih pendek dari cahaya tampak, serta cahaya tampak yang mencakup rentang panjang gelombang yang terlihat oleh mata manusia.


Setiap molekul memiliki serapan cahaya yang unik terkait dengan panjang gelombang tertentu dalam spektrum UV-Vis. Panjang gelombang pada puncak serapan dapat memberikan informasi tentang transisi elektronik yang terjadi dalam molekul tersebut. Transisi elektronik ini terkait dengan perubahan energi elektron dalam molekul akibat serapan cahaya UV-Vis.


Panjang gelombang serapan dalam spektroskopi UV-Vis dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk struktur molekuler, kehadiran gugus fungsional, dan lingkungan kimia. Molekul dengan struktur yang berbeda atau gugus fungsional yang berbeda dapat menunjukkan serapan pada panjang gelombang yang berbeda pula. Selain itu, perubahan lingkungan kimia, seperti efek solvent atau pH, juga dapat mempengaruhi panjang gelombang serapan.


Dalam interpretasi data spektroskopi UV-Vis, penting untuk memahami pergeseran panjang gelombang serapan. Pergeseran panjang gelombang serapan dapat terjadi sebagai akibat dari interaksi molekul dengan lingkungan, seperti perubahan polaritas solvent atau interaksi antarmolekul. Pergeseran panjang gelombang ini dapat memberikan wawasan tentang interaksi molekul dan struktur kimia.


Panjang gelombang serapan dalam spektroskopi UV-Vis juga digunakan untuk tujuan aplikatif. Misalnya, dalam analisis kuantitatif, panjang gelombang serapan yang tepat digunakan untuk membuat kurva kalibrasi yang memungkinkan penentuan konsentrasi sampel yang tidak diketahui. Selain itu, pemilihan panjang gelombang yang tepat dalam spektroskopi UV-Vis juga penting dalam pemantauan reaksi kimia, identifikasi senyawa, serta pengembangan dan karakterisasi bahan-bahan baru.


Warna yang tampak pada suatu objek adalah hasil dari cahaya yang dipantulkan oleh objek tersebut. Warna yang tampak oleh mata manusia adalah kombinasi dari panjang gelombang cahaya yang tidak diserap oleh objek tersebut, melainkan dipantulkan kembali.


Misalnya, jika objek memiliki warna merah, berarti objek tersebut menyerap sebagian besar panjang gelombang cahaya yang berada di sekitar panjang gelombang merah (sekitar 600-700 nm), sedangkan panjang gelombang lainnya dipantulkan kembali atau diserap dalam jumlah yang lebih sedikit. Sebagai hasilnya, mata manusia mempersepsikan objek tersebut sebagai warna merah.


Secara umum, warna yang terlihat pada suatu objek adalah komplementer dari warna yang diserap oleh objek tersebut. Misalnya, objek yang tampak berwarna kuning menyerap sebagian besar panjang gelombang biru-violet (sekitar 400-500 nm), sehingga mata manusia mempersepsikannya sebagai warna kuning.


Namun, perlu dicatat bahwa persepsi warna dapat dipengaruhi oleh faktor lain seperti pencahayaan, interaksi dengan objek di sekitarnya, dan kondisi pengamatan. Selain itu, warna pada suatu objek juga dapat dipengaruhi oleh sifat-sifat kimia dan fisiknya, seperti pigmen atau struktur molekuler. Oleh karena itu, penjelasan warna berdasarkan serapan panjang gelombang dalam spektroskopi UV-Vis perlu dipahami dengan mempertimbangkan faktor-faktor tersebut.


Serapan warna UV-Vis


Berdasarkan warna larutan, panjang gelombang dalam spektroskopi UV-Vis dapat memberikan indikasi kasar tentang serapan cahaya oleh senyawa yang terlarut. Berikut adalah beberapa contoh panjang gelombang yang umumnya terkait dengan warna larutan:


Warna merah: Larutan yang memiliki warna merah cenderung menyerap cahaya dengan panjang gelombang yang lebih panjang, umumnya berkisar antara 600-700 nm.


Warna kuning: Larutan yang berwarna kuning umumnya menunjukkan serapan cahaya pada panjang gelombang sekitar 400-500 nm.


Warna hijau: Larutan berwarna hijau biasanya menyerap cahaya dengan panjang gelombang sekitar 500-600 nm.


Warna biru: Larutan yang berwarna biru menunjukkan serapan cahaya pada panjang gelombang sekitar 600-700 nm.


Warna ungu: Larutan ungu sering kali menyerap cahaya pada panjang gelombang sekitar 400-500 nm.


Namun, perlu dicatat bahwa warna larutan tidak memberikan informasi yang presisi tentang panjang gelombang serapan. Serapan cahaya dalam spektroskopi UV-Vis harus diukur secara kuantitatif menggunakan instrumen spektrofotometer UV-Vis untuk mendapatkan panjang gelombang yang lebih akurat dan informasi spektrum serapan yang lengkap.


Spektroskopi UV-Vis

Spektroskopi UV-Vis

Laporan ini berisi informasi yang dibuat berdasarkan data dan penelitian yang tersedia pada saat ini. Untuk referensi yang lebih akurat dan terbaru, disarankan untuk mengacu pada sumber-sumber ilmiah yang relevan. 

Laporan Spektroskopi UV-Vis
Spektroskopi UV-vis


Pendahuluan

Spektroskopi UV-Vis adalah metode analisis kimia yang digunakan untuk mengukur serapan cahaya ultraviolet (UV) dan tampak (Vis) oleh suatu substansi. Tujuan utama dari spektroskopi UV-Vis adalah untuk mempelajari transisi elektronik dalam molekul, yang dapat memberikan informasi tentang struktur molekuler, konsentrasi senyawa, dan reaksi kimia. Metode ini memiliki berbagai aplikasi dalam berbagai bidang, termasuk kimia, biokimia, farmasi, dan lingkungan.


Prinsip Dasar

Pada spektroskopi UV-Vis, cahaya dengan panjang gelombang tertentu dilewatkan melalui sampel, dan absorbansi cahaya yang diserap oleh sampel diukur. Absorbansi ini bergantung pada panjang gelombang cahaya yang digunakan dan sifat-sifat elektronik molekul tersebut. Ketika molekul menyerap cahaya UV-Vis, terjadi transisi elektronik antara orbital elektronik yang berbeda. Diagram Jablonski digunakan untuk menggambarkan transisi ini dan lintasan energi yang terlibat.


Instrumen dan Pengukuran

Spektroskopi UV-Vis menggunakan instrumen yang disebut spektrofotometer UV-Vis. Instrumen ini terdiri dari sumber cahaya, monokromator untuk memilih panjang gelombang, sel transmisi untuk menampung sampel, dan detektor untuk mengukur absorbansi. Pengukuran absorbansi dilakukan pada berbagai panjang gelombang untuk memperoleh spektrum serapan. Data absorbansi ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi senyawa, menentukan konsentrasi, dan mempelajari sifat-sifat molekul.


Hukum Lambert-Beer

Pada spektroskopi UV-Vis, hubungan antara absorbansi, konsentrasi senyawa, dan panjang lintasan serapan dinyatakan oleh Hukum Lambert-Beer. Hukum ini menyatakan bahwa absorbansi adalah produk dari koefisien absorpsi molar, konsentrasi, dan panjang lintasan serapan. Dengan menggunakan hubungan ini, kita dapat menghitung konsentrasi senyawa yang tidak diketahui berdasarkan nilai absorbansi yang diukur.


Efek Solvent

Pengaruh pelarut atau solvent pada spektrum serapan UV-Vis suatu senyawa juga harus diperhatikan. Interaksi antara molekul senyawa dengan solvent dapat mempengaruhi panjang gelombang serapan dan intensitas absorbansi. Oleh karena itu, dalam analisis spektroskopi UV-Vis, perlu mempertimbangkan pengaruh solvent dan jika perlu, melakukan koreksi atau memilih solvent yang sesuai untuk pengukuran yang akurat.


Aplikasi (lanjutan)

Spektroskopi UV-Vis memiliki berbagai aplikasi penting dalam berbagai bidang. Dalam industri farmasi, metode ini digunakan untuk analisis kualitatif dan kuantitatif obat-obatan. Spektroskopi UV-Vis memungkinkan identifikasi senyawa aktif dalam formulasi obat serta pemantauan stabilitas dan konsentrasi obat selama produksi. Di bidang lingkungan, spektroskopi UV-Vis dapat digunakan untuk memantau polutan dalam air, udara, dan tanah. Metode ini membantu dalam pemantauan kualitas air, pengendalian polusi udara, dan analisis residu pestisida di tanah.


Kesimpulan

Spektroskopi UV-Vis adalah teknik analisis yang penting dalam kimia fisik. Metode ini memanfaatkan serapan cahaya UV dan tampak oleh molekul untuk memperoleh informasi tentang struktur, konsentrasi, dan reaktivitas senyawa. Melalui pengukuran absorbansi pada berbagai panjang gelombang, spektroskopi UV-Vis dapat memberikan wawasan yang berharga dalam berbagai aplikasi seperti farmasi, lingkungan, dan bidang kimia lainnya. Penting untuk memahami prinsip dasar, menggunakan instrumen yang tepat, dan mempertimbangkan efek solvent dalam interpretasi data spektroskopi UV-Vis.

Jumat, 16 Juni 2023

(JOURNAL) Pengaruh Jenis Biochar dan Dosis Inokulum Mikoriza Terhadap Serapan, Pertumbuhan, dan Produksi Tanaman Jagung (Zea mays L.) di Tanah Latosol

(JOURNAL) Pengaruh Jenis Biochar dan Dosis Inokulum Mikoriza Terhadap Serapan, Pertumbuhan, dan Produksi Tanaman Jagung (Zea mays L.) di Tanah Latosol

Tanah Latosol


Tanah Latosol merupakan salah satu jenis tanah yang jarang dimanfaatkan untuk budidaya tanaman karena pHnya yang rendah terutama untuk budidaya tanaman jagung. Tanaman jagung memerlukan pH antara 5,5 – 7 agar dapat memberikan hasil yang maksimal. Biochar merupakan produk hasil pembakaran Biomassa pada kondisi udara yang sedikit yang menghasilkan arang. Pemanfaatan Biochar sendiri memiliki berbagai fungsi yang sering dimanfaatkan salah satunya adalah peningkatan kualitas tanah dengan peningkatan pH tanah dan KTK tanah. Arbuskular Mikoriza merupakan simbiosis antara akar tanaman dengan kelompok fungi yang menguntungkan bagi tanaman. Arbuskular Mikoriza dimanfaatkan untuk meningkatkan hasil tanaman karena kemampuan dari mikoriza itu sendiri yang dapat meningkatkan kapasitas penyerapan unsur hara. Pengaplikasian Biochar dan Mikoriza diharapkan dapat meningkatkan hasil dan produksi tanaman jagung pada tanah latosol. 

Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh kombinasi antara jenis bahan baku biochar dan dosis inokulum mikoriza terhadap serapan P, pertumbuhan dan produksi tanaman jagung di tanah latosol. Dalam penelitian ini Rancangan Percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap dengan dua faktor. Faktor pertama adalah jenis bahan baku Biochar yang terdiri atas tanpa Pemberian Biochar, pemberian Biochar dengan bahan baku sekam padi dan dan pemberian biochar dengan bahan baku kulit biji Kakao. Faktor Kedua adalah pemberian inokulum mikoriza, terdiri atas tanpa pemberian inokulum mikoriza, pemberian inokulum mikoriza 10 g per polybag dan pemberian inokulum mikoriza 15 g per Polybag. Paramater yang diamati pada penelitian ini adalah diameter batang, tinggi tanaman, jumlah daun, serapan P melalui pengukuran kadar P jaringan tanaman dengan metode pengabuan basah, bobot tongkol dan bobot tongkol tanpa kelobot, diameter tongkol dan volume akar. Data infeksi mikoriza didapatkan denganmetode staining pada akar tanaman jagung. Analisa statistik yang digunakan adalah Analysis of Variance (ANOVA) dan Duncan Multiple Range Test (DMRT) dengan taraf kepercayaan 95 %. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh interaksi antara jenis biochar dan dosis inokulum mikoriza terhadap volume akar tanaman jagung. Kombinasi perlakuan terbaik terdapat pada kombinasi jenis Biochar kulit biji kakao dengan dosis inokulum mikoriza 15 gram per polybag. Faktor tunggal jenis bahan baku Biochar memberikan pengaruh positif terhadap serapan P tanaman, Jumlah Daun, Tinggi Tanaman, Bobot segar dan Bobot kering, Bobot Jagung, Diameter Tongkol dan Diameter Batang. Faktor tunggal dosis inokulum mikoriza memberikan pengaruh positif terhadap Serapan P, Bobot segar dan Bobot Kering.


Dalam literatur yang relevan, telah diketahui bahwa tanah Latosol memiliki karakteristik pH yang rendah dan biasanya kurang sesuai untuk budidaya tanaman jagung. Tanaman jagung umumnya membutuhkan kondisi pH tanah antara 5,5 hingga 7 agar dapat tumbuh dengan baik dan menghasilkan hasil yang optimal. Tanah dengan pH yang rendah dapat menghambat ketersediaan unsur hara dan mengganggu pertumbuhan tanaman.

Salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk meningkatkan kondisi tanah Latosol adalah dengan memanfaatkan biochar. Biochar merupakan produk yang dihasilkan dari proses pembakaran biomassa pada kondisi terbatas udara, sehingga menghasilkan arang. Pemanfaatan biochar dalam pertanian memiliki potensi untuk meningkatkan kualitas tanah. Salah satu manfaat utama biochar adalah kemampuannya untuk meningkatkan pH tanah dan kapasitas tukar kation (KTK) tanah. Dengan menggunakan biochar, pH tanah dapat ditingkatkan secara bertahap, sehingga mencapai rentang yang lebih sesuai untuk budidaya tanaman jagung.

Selain itu, simbiosis arbuskular mikoriza juga dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan hasil dan produksi tanaman jagung pada tanah Latosol. Arbuskular mikoriza adalah hubungan mutualistik antara akar tanaman dengan fungi mikoriza yang bermanfaat. Fungi mikoriza membentuk struktur yang disebut miselium di sekitar akar tanaman, yang memperluas permukaan penyerapan akar dan membantu dalam penyerapan unsur hara, terutama fosfor. Dengan adanya arbuskular mikoriza, tanaman jagung dapat meningkatkan kapasitas penyerapan unsur hara, termasuk fosfor, sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman jagung pada tanah Latosol yang sebelumnya sulit untuk ditanami.

Penelitian yang Anda sebutkan bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh kombinasi jenis bahan baku biochar dan dosis inokulum mikoriza terhadap serapan fosfor, pertumbuhan, dan produksi tanaman jagung di tanah Latosol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kombinasi terbaik adalah menggunakan biochar dari kulit biji kakao dengan dosis inokulum mikoriza 15 gram per polybag. Selain itu, juga ditemukan bahwa jenis bahan baku biochar secara individual memberikan pengaruh positif terhadap serapan fosfor tanaman, jumlah daun, tinggi tanaman, bobot segar dan kering, bobot tongkol, diameter tongkol, dan diameter batang. Dosis inokulum mikoriza juga memberikan pengaruh positif terhadap serapan fosfor, bobot segar, dan bobot kering tanaman jagung.

Dalam penelitian ini, Rancangan Acak Lengkap dengan dua faktor digunakan untuk menguji pengaruh kombinasi tersebut. Analisis statistik yang Dalam penelitian ini, Rancangan Acak Lengkap dengan dua faktor digunakan untuk menguji pengaruh kombinasi tersebut. Analisis statistik yangDalam penelitian ini, Rancangan Acak Lengkap dengan dua faktor digunakan untuk menguji pengaruh kombinasi tersebut. Analisis statistik yangDalam penelitian ini, Rancangan Acak Lengkap dengan dua faktor digunakan untuk menguji pengaruh kombinasi tersebut. Analisis statistik yang digunakan adalah Analysis of Variance (ANOVA) dan Duncan Multiple Range Test (DMRT) dengan taraf kepercayaan 95%. Metode ANOVA digunakan untuk mengevaluasi perbedaan signifikan antara perlakuan, sedangkan DMRT digunakan untuk membandingkan perbedaan antara perlakuan secara individu.

Penggunaan Rancangan Acak Lengkap memberikan keuntungan dalam meminimalkan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil penelitian, sehingga hasil yang diperoleh dapat dianggap lebih objektif dan dapat dijadikan dasar untuk membuat kesimpulan yang lebih kuat. Analisis statistik ini membantu dalam menentukan pengaruh signifikan dari kombinasi jenis bahan baku biochar dan dosis inokulum mikoriza terhadap parameter yang diamati, seperti serapan fosfor, pertumbuhan tanaman, dan produksi jagung.

Dengan menggunakan ANOVA, peneliti dapat mengidentifikasi apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara perlakuan yang berbeda. Jika perbedaan tersebut signifikan, maka DMRT dapat digunakan untuk menentukan perlakuan yang memberikan hasil yang berbeda secara nyata.

Dengan menggunakan analisis statistik yang valid dan terpercaya, penelitian ini dapat memberikan informasi yang berguna dalam mengoptimalkan penggunaan biochar dan mikoriza dalam budidaya tanaman jagung di tanah Latosol.


Tanah Latosol: Meningkatkan Produktivitas Tanaman Jagung di Tanah Latosol

Budidaya Tanaman Jagung: Strategi Penggunaan Biochar dan Mikoriza pada Tanah Latosol

Biochar untuk Tanah Latosol: Meningkatkan pH dan Kualitas Tanah Jagung

Arbuskular Mikoriza: Manfaat dan Pengaruhnya terhadap Tanaman Jagung di Tanah Latosol

Pengaruh Jenis Biochar dan Dosis Inokulum Mikoriza terhadap Pertumbuhan Tanaman Jagung di Tanah Latosol

Tanah Latosol dan Budidaya Tanaman Jagung: Kombinasi Biochar dan Mikoriza sebagai Solusi

Biochar Kulit Biji Kakao: Alternatif Terbaik untuk Meningkatkan Produksi Tanaman Jagung di Tanah Latosol

Inokulum Mikoriza: Dosis yang Optimal untuk Meningkatkan Serapan Fosfor pada Tanaman Jagung di Tanah Latosol

Hasil Penelitian: Kombinasi Biochar dan Mikoriza yang Efektif untuk Pertumbuhan Tanaman Jagung di Tanah Latosol

Analisis Statistik Penelitian: Pengaruh Jenis Biochar dan Dosis Inokulum Mikoriza terhadap Tanaman Jagung di Tanah Latosol


Referensi : (https://repository.unej.ac.id/xmlui/handle/123456789/116961)

Rabu, 15 Maret 2023

Sifat – Sifat Gas : Gas Sempurna (The properties of gasses : The Perfect Gasses )

Sifat – Sifat Gas : Gas Sempurna (The properties of gasses : The Perfect Gasses )

Dalam "Physical Chemistry" yang ditulis oleh Peter Atkins dan Julio de Paula, sifat-sifat gas dibahas secara mendalam dan banyak persamaan yang terkait dengan Gas Sempurna.

Pada kali ini yang akan kita bahas pertama yaitu Keadaan Gas.

Keadaan fisik dari suatu sampel zat didefinisikan oleh sifat-sifat fisikanya. Dua sampel suatu zat yang memiliki sifat fisik yang sama, berada dalam keadaan yang sama. Keadaan gas murni misalnya, ditentukan dengan memberikan volume (V), jumlah zat (jumlah mol) (n), tekanan (p), dan suhu (T). 
Suatu zat dapat dideskripsikan oleh persamaan keadaan, yaitu persamaan yang saling berkaitan dari empat variabel tersebut. Salah satu contoh penting adalah persamaan keadaan gas sempurna, yang memiliki bentuk P = nRT/V atau PV = nRT , di mana R adalah konstant.

a. Tekanan Gas

Tekanan gas adalah gaya yang diberikan oleh molekul gas pada dinding wadah mereka. Tekanan gas dapat dihitung menggunakan persamaan:

P = F/A = ρ g h

Keterangan :
P adalah tekanan, F adalah gaya, A adalah luas di mana gaya diberikan, dan ρ adalah densitas massa

Satuan tekanan yang paling umum digunakan adalah atmosfer (1 atm = 1.013 25 × 105 Pa) dan bar (1 bar = 105 Pa). Tekanan standar untuk pelaporan data adalah 1 bar, yang setara dengan 100 kPa atau sekitar 0,9869 atm. Penggunaan tekanan standar memungkinkan data yang lebih konsisten dan dapat dibandingkan antara berbagai eksperimen dan pengukuran.

Jika dua gas berada dalam wadah terpisah yang berbagi dinding yang dapat bergerak, gas yang memiliki tekanan yang lebih tinggi cenderung menekan (mengurangi volume) gas yang memiliki tekanan yang lebih rendah. Tekanan gas yang tinggi akan turun saat gas tersebut mengembang dan tekanan gas yang rendah akan naik saat gas tersebut dikompres. Akan ada suatu titik di mana dua tekanan sama dan dinding tidak memiliki kecenderungan untuk bergerak lagi. Kondisi kesetimbangan antara dua gas dengan tekanan yang sama di kedua sisinya dari dinding yang dapat bergerak (piston) adalah suatu keadaan kesetimbangan mekanik antara dua gas tersebut.

b. Volume Gas: Volume gas ditentukan oleh jumlah ruang yang diisi oleh molekul gas. Volume gas dapat dihitung menggunakan persamaan: 

V = nRT / P 


Di mana V adalah volume, n adalah jumlah mol gas, R adalah konstanta gas, T adalah suhu dalam Kelvin, dan P adalah tekanan.

c. Suhu (T):

Suhu merupakan sifat yang menunjukan aliran suatu energi melalui konduksi termal. Energi akan berpindah dari A ke B jika kedua permukaannya mengalami interaksi dan suhu pada A lebih besar dibandingkan suhu pada B.

Perpindahan energi dapat dilihat pada gambar disamping

Kedua suhu dipisahkan oleh dinding diathermal. Pada dinding tersebut mengalami konduksi termal.




d. Hukum ke nol Termodinamika

Suhu adalah suatu sifat yang menunjukkan apakah dua objek akan berada dalam 'kesetimbangan termal' jika mereka berkontak melalui batas diatermik. Kesetimbangan termal terjadi jika tidak ada perubahan keadaan saat dua objek A dan B berada dalam kontak melalui batas diatermik. Misalkan sebuah objek A (yang bisa dianggap sebagai blok besi) berada dalam kesetimbangan termal dengan sebuah objek B (sebuah blok tembaga), dan B juga dalam kesetimbangan termal dengan sebuah objek C (sebuah labu air). Kemudian ditemukan secara eksperimental bahwa A dan C juga akan berada dalam kesetimbangan termal ketika mereka dihubungkan secara langsung. Pengamatan ini dirangkum dalam Hukum Nol termodinamika ( Zeroth Law of thermodynamics ): Jika A berada dalam kesetimbangan termal dengan B, dan B berada dalam kesetimbangan termal dengan C, maka C juga berada dalam kesetimbangan termal dengan A.

Selasa, 14 Maret 2023

Laporan Praktikum Penggunaan Piranti Lunak Komputer Dalam Kimia Organik : Menggamnar Striktur Senyawa Organik

Laporan Praktikum Penggunaan Piranti Lunak Komputer Dalam Kimia Organik : Menggamnar Striktur Senyawa Organik

 Tujuan pada praktikum ini adalah

1. mampu mengoperasikan progam Arguslab untuk menggambar struktur senyawa organic, baik secara manual maupun aplikasi konversi.

2. mampu mengetahui kerapatan, keelektronegatifan dan energi final SCF.

Dari percobaan parktikum yang dilakukan didapatkan data sebagai berikut:




Pembahasan

Senyawa benzena mempunyai rumus molekul C6H6, dan termasuk dalam golongan senyawa hidrokarbon aromatik. Nama aromatik digunakan karena senyawa tersebut berbau harum.dari rumus molekulnya dapat diketahui bahwa benzena merupakan senyawa tidak jenuh karena tidak memenuhi rumus CnH2n+2.Bila dibandingkan dengan senyawa hidrokarbon lain yang mengandung 6 buah atom karbon, misalnya heksana (C6H14) dan sikloheksana (C6H12), maka dapat diduga bahwa benzena mempunyai derajat ketidakjenuhan yang tinggi. Dengan dasar dugaan tersebut maka dapat diperkirakan bahwa benzena memiliki ciri-ciri khas seperti yang dimiliki oleh alkena.Perkiraan tersebut ternyata jauh berbeda dengan kenyataannya, karena benzena tidak dapat bereaksi seperti alkena (adisi, oksidasi, dan reduksi).Lebih khusus lagi benzena tidak dapat bereaksi dengan HBr, dan pereaksi-pereaksi lain yang lazimnya dapat bereaksi dengan alkena.Sifat-sifat kimia yang diperlihatkan oleh benzena memberi petunjuk bahwa senyawa tersebut memang tidak segolongan dengan alkena ataupun sikloalkena. Senyawa benzena dan sejumlah turunannya digolongkan dalam senyawa aromatik, Penggolongan ini dahulu semata-mata dilandasi oleh aroma yang dimiliki sebagian dari senyawa-senyawa tersebut. Perkembangan kimia pada tahap berikutnya menyadarkan para kimiawan bahwa klasifikasi senyawa kimia haruslah berdasarkan struktur dan kereaktifannya, dan bukan atas dasar sifat fisikanya.Saat ini istilah aromatik masih dipertahankan, tetapi mengacu pada fakta bahwa semua senyawa aromatik derajat ketidakjenuhannya tinggi dan stabil bila berhadapan dengan pereaksi yang menyerang ikatan pi (π) (Septiawan, 2012).

Sikloheksana mengadopsi, bentuk tiga dimensi strain-free yang disebut konformasi kursi karena kesamaannya dengan kursi . Konformasi kursi sikloheksana memiliki baik sudut regangan maupun sudut torsi yang dimana sudut ikatan pada C-C-C adalah sebesar 109,5 °, dan semua ikatan C-H disekitarnya adalah staggered. Selain konformasi kursi, juga terdapat konformasi alternatif pada sikloheksana yang disebut konformasi perahu terpilin. Bagaimanapun konformasi ini memiliki steric strain dan torsional strain sekitar 23 kJ / mol (5,5 kkal / mol) yang dimana energinya lebih tinggi dengan konformasi kursi. Akibatnya, molekul yang memiliki konformasi perahu terpilin hanya ada dalam keadaan khusus (Amrullah, 2016).

Dari hasil percobaan didapat nilai dari energi final SCF pada senyawa Benzene adalah

Final SCF Energy =  -31.2772479129 au

Final SCF Energy =     -19626.7871 kcal/mol

Sedangkan pada senyawa Sikloheksana energinya adalah

Final SCF Energy =  -34.4987907083 au

Final SCF Energy =     -21648.3375 kcal/mol

Dari nilai diatas benzene memiliki nilai SCF lebih besar dari pada nilai SCF pada senyawa sikloheksana. Kerapatan dari kedua senyawa tersebut ditunjukkan dari warna yang ditampilkan pada aplikasi Arguslab. Dalam gambar bahwa benzene dan sikloheksana memiliki warna biru, merah muda, dan putih. Tetapi dari benzene memiliki warna biru muda pada pusat aromatiknya. Hal ini yang membedakan kerapatan dari kedua senyawa.. warna biru muda pada benzene menyababkan kerapatannya rendah, dan warna biru muda ini juga menunjukkan bahwa benzene lebih elektronegatif dari sikloheksena yang hanya memiliki warna biru tua. Karena jika dibandingkan dengan dengan warna merah muda dan putih, warna biru memiliki keelektronegatifan yang paling tinggi. Nilai keelektronegatifan ini berbanding terbalik dengan kerapatan suatu senyawa, semakin elektronegatif kerapatan senyawa akan berkurang dan sebaliknya.

Kesimpulan

Dari percobaan yang telah dilakukan didapat gambar senyawa benzene dan senyawa sikloheksana, dapat disimpulkan bahwa benzene lebih elektronegatif dibandingkan dengan sikloheksana. Sedangkan kerapatan kebalika dari keelektronegatifan yaitu benzene lebih kecil kerapatannya dibanding sikloheksana diketahui dari warna yang ditampilkan pada argulab. Energi SCF benzene lebih besar dari energi SCF sikloheksana. Benzene : Final SCF Energy =  -31.2772479129 au atau Final SCF Energy =     -19626.7871 kcal/mol dan Sikloheksana : Final SCF Energy =  -34.4987907083 au atau Final SCF Energy =     -21648.3375 kcal/mol.

Daftar Pustaka

Amrullah, 2016. Analisis Sikloheksana. Yogyakarta: Jurusan Kima FMIPA UGM

Septiawan,Hendri. 2012. Prarancangan Pabrik Nitrobenzen dari Benzen dan Asam Nitrat dengan Proses Beazzi.Jurnal Teknik Kimia UMS.1(1):1-16.