Jumat, 08 Desember 2017

Hubungan Antara Hukum Termodinamika Pertama Dengan Hukum Termodinamika Kedua

HUKUM PERTAMA TERMODINAMIKA
Untuk menjelaskan Hukum Pertama Termodinamika, dapat digunakan sebuah sistem tertutup yang dapat diubah dari satu keadaan kesetimbangan ke keadaan kesetimbangan yang lain dengan mempergunakan interaksi kerja, namun tidak terjadi perpindahan kalor dari sistem ke lingkungannya. Proses semacam ini disebut sebagai proses adiabatik (Moran, 2004).

Energi bersifat kekal. Energi dalam suatu sistem besarnya tetap kecuali jika diubah dengan melakukan kerja atau dengan pemanasan. Jika kita menulis “w“ untuk kerja yang dilakukan pada sebuah sistem, “q“ untuk energi yang dipindahkan sebagai kalor pada sistem tersebut, “ΔU“ untuk perubahan energi dalam yang dihasilkan, bentuk metematis Hukum Pertama adalah (Atkins, 1996) :

dU = dq + dw

Jika sistem dikenai kerja maka tanda “w” positif, sedangkan sistem melakukan atau menghasilkan kerja maka tanda “w” negatif. Jika endoterm maka tanda “q” positif, sedangkan eksoterm maka tanda “q” negatif.

HUKUM KEDUA TERMODINAMIKA
Hukum kedua termodinamika berkaitan dengan entropi, yang digunakan untuk mengenali perubahan spontan. Dalam hukum kedua termodinamika terdapat sistem yang disebut mesin carnot atau mesin pendingin. Bunyi hukum kedua termodinamika, yaitu (Halliday, 1998) :
 “kalor mengalir secara alami dari benda yang panas ke benda yang dingin, kalor tidak akan mengalir secara spontan dari benda dingin ke benda panas tanpa dilakukan usaha”.
Proses termodinamika yang berlangsung secara alami seluruhnya disebut proses irreversibel (secara spontan) yaitu hanya satu arah. Sedangkan, proses reversibel (secara tidak spontan) yaitu bisa di bolak - balik. Adapun rumus nya yaitu (Atkins, 1996):

dS = -

dengan T menyatakan temperatur pada saat berlangsung nya pemindahan kalor.

HUBUNGAN ANTARA HUKUM TERMODINAMIKA 1 DAN 2
Hubungan hukum pertama dan kedua ini disebut sebagai persamaan fundamental. Dengan rumus (Atkins, 1996) :

dU = T dS – p dV

Kenyataan bahwa persamaan fundamental berlaku untuk perubahan reversibel dan tak reversibel, dalam perubahan reversibel, T dS dapat disamakan dengan dq dan –p dV dengan dw. Jika perubahannya bersifat tak reversibel, TdS > dq (ketaksamaan clausius) dan pdV > dw. Jumlah dw dan dq tetap sama dengan jumlah TdS dan –pdV, asalkan komposisinya tetap (Atkins, 1996).
Sifat energi dalam
Konsekuensi matematis dari U sebagai fungsi S dan V adalah perubahan dU dapat dinyatakan dalam perubahan dS dan dV dengan (Atkins, 1996) :

dU = v dS + s dV

Ada banyak hubungan Maxwell yang dapat diturunkan dari keempat persamaan dasar. Dalam kenyataannya hubungan empat variabel meliputi S, p, V, dan T. Variabel - variabel ini dapat disusun dari pernyataan umum yaitu (Dogra, 1990) :
dU s =  - v

dH s =p

dA v =T

dGp = - T

Adapun variasi energi dalam berdasarkan volume, dinyatakan dengan (Atkins, 1996) :

πT = T (dp¦dT)  - p

πT adalah ukuran ketergantungan energi. Berhubungan dengan termodinamika keadaan (Atkins, 1996).
    Sifat fungsi gibbs
    Pada tekanan konstan dan temperatur konstan, memberikan persamaan sebagai berikut (Dogra, 1990) :
p = - S  T = V

    Variasi fungsi gibs berdasarkan temperatur dan tekanan. Karena S positif maka G berkurang ketika temperatur dinaikkan pada tekanan dan komposisi tetap. Kebergantungan fungsi gibbs pada temperatur ditunjukkan oleh persamaan diatas dapat dinyatakan dalam entalpi, karena dapat mengganti S dengan (Atkins, 1996) :

S =

Adapun persamaan Gibbs-Helmholtz yaitu (Atkins, 1996) :

P  =  

    Persamaan ini memperlihatkan bahwa, jika entalpi sistem diketahui, maka kebergantungan G/T pada temperatur juga diketahui. Kebergantungan fungsi gibbs pada tekanan, dinyatakan dengan (Atkins, 1996) :
Gf = Gi + dp

Fungsi gibbs molar Gm = G/n adalah (Atkins, 1996) :

G = Go + nRT ln
Gm = Go m + RT lnP/P^o

Potensial kimia gas sempurna didefinisikan µ zat murni sebagai (Atkins, 1996) :
µ = p,T


Jika  µ > 0 maka fungsi gibbs akan bertambah ketika n bertambah juga. Jadi pada zat murni didapat persamaan dengan (Atkins, 1996) :

µ = µo + RT ln

Gas nyata ( fugasitas)
Potensial kimia gas ideal adalah fungsi dari tekanan gas, sedangkan untuk gas nyata atau fugasitas disebut juga tekanan efektif, dan tekanan p^o (yaitu 1 bar).  µo adalah potensial kimia standar, yaitu potensial kimia bila fugasitas adalah satu. Dapat ditulis dengan (Dogra, 1990):

µ = µo + RT ln

Hubungan antara fugasitas dan tekanan dapat ditulis sebagai (Atkins, 1996) :
f = ϒp
dengan ϒ sebagai koefisien fugasitas yang tidak berdimensi. Umumnya ϒ bergantung pada jati diri gas, tekanan, dan temperatur. Dengan demikian :

µ = µo + RT ln  + RT ln  ϒ

Keadaan standar gas pada tekanan 0 akan mengalami kesukaran, dimana tentunya gas berperilaku sempurna.  µ → - ∞ ketika p → 0 (Atkins, 1996).

DAFTAR PUSTAKA

Atkins, P.W. 1996. KIMIA FISIKA JILID 1 EDISI KEEMPAT. Jakarta : Erlangga. 
Dogra, S.K. 1990. KIMIA FISIKA DAN SOAL - SOAL. Jakarta : UI-Press.
Halliday, Resnick. 1998. FISIKA EDISI KE 3. Jakarta : Erlangga.
Moran, Michael. J. 2004. TERMODINAMIKA TEKNIK JILID 1. Jakarta : Erlangga.

By: Dini Ma’rufa Tsani (16630073)